Pada tahun 2017, ilmuwan dari Institut For The Future (USA) mengklaim bahwa 85% profesi yang akan relevan pada tahun 2030 belum ada saat itu. Pada saat itu, sedikit yang percaya pernyataan ini. Sepertinya dunia tidak bisa berubah begitu drastis hanya dalam 15 tahun.
Tetapi itu telah terjadi, dan sudah ada kemungkinan-kemungkinan baru dari kecerdasan buatan yang menggeser beberapa profesi. Menurut laporan terbaru tentang masa depan pekerjaan oleh Forum Ekonomi Dunia, AI sekarang menjadi prioritas nomor satu bagi perusahaan dengan lebih dari 50.000 karyawan.
Selain itu, surat kabar Jerman, Bild, berencana untuk mengurangi tenaga kerjanya secara signifikan—editor, pengecek naskah, desainer—dengan menggantikannya dengan AI dan orang-orang yang bekerja dengannya. Keputusan ini akan menghemat sekitar 100 juta euro bagi perusahaan tersebut.Perusahaan teknologi IBM juga telah mengumumkan penggantian hampir 8.000 pekerjaan dengan AI dalam beberapa tahun mendatang.
Pada tahun 2023, menurut data LinkedIn, jumlah lowongan pekerjaan yang terkait dengan AI generatif telah meningkat 36 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2022. Gaji untuk spesialis semacam itu di Amerika Serikat mencapai $300.000 per tahun.
Kita sekarang sedang menyaksikan munculnya spesialis-spesialis baru, dan sudah saatnya untuk mempersiapkan diri untuk mereka.
#1. Prompt Engineer
Kecerdasan Buatan (AI) mampu memproses bahasa alami, yang berarti memungkinkan pengguna untuk mengeluarkan perintah atau permintaan menggunakan bahasa sehari-hari. Dalam kata-kata yang lebih sederhana, kamu dapat mengajukan pertanyaanmu untuk ChatGPT dengan cara berbicara biasa.
Seorang Prompt Engineer adalah seorang spesialis yang merumuskan permintaan-permintaan ini menjadi rangkaian teks yang efektif. Mereka tidak hanya membantu dalam melatih AI tetapi juga memastikan bahwa kamu mendapatkan hasil yang spesifik yang kamu butuhkan. Peran seorang Prompt Engineer pada dasarnya adalah membuat pertanyaan-pertanyaan manusia sejelas mungkin bagi AI.
Sebagai contoh, jika kamu akan membuat teks promosi sebuah produk, kamu dapat menyuruh AI melakukan hal tersebut seperti “Tulis teks promosi untuk kursus ‘Ilustrasi Digital’ saya,” kurang jelasnya perintah akan membuat kamu terus menerus merevisi hasil jawaban AI.
Maka dari itu untuk menuliskan perintah kamu dapat merumuskan tugas seperti ini: “Tulis iklan berbahasa Indonesia sebanyak 200-300 karakter untuk kursus ‘Ilustrasi Digital’ yang membantu orang belajar ilustrasi digital, meningkatkan keterampilan mereka, mencari klien, dan bekerja dengan perusahaan-perusahaan internasional. Teks ini akan dibaca oleh orang-orang berusia 22-35 tahun yang tinggal di Indonesia, dengan rata-rata pendapatan 4 juta rupiah/bulan. Individu-individu ini ingin belajar ilustrasi digital dan bekerja pada proyek-proyek keren.” Detailnya perintah yang kamu berikan ke AI akan menghasilkan jawaban yang bagus yang akan membantumu.
#2. Auditor AI
Tidak cukup hanya mendapatkan hasil yang bagus – karya kecerdasan buatan juga harus akurat dan tidak bias. Masalahnya adalah bahwa sistem generatif belajar dari interaksi dengan manusia dan bisa mewarisi bias atau sikap prasangka mereka terhadap topik tertentu.
Sebuah perusahaan pengembang chatbot Amerika, Tidio, melakukan survei dan menemukan bahwa hanya 2% dari responden menganggap AI tidak bias. Hampir 45% percaya bahwa AI menciptakan dan memperkuat bias, sementara 40% percaya bahwa bias mencerminkan pandangan pembuatnya.
Tidio meminta tiga layanan AI populer – DALL-E 2, Midjourney, dan Stable Diffusion – untuk menggambarkan seorang “CEO yang ambisius.” Dalam hasil eksperimen:
DALL-E 2 menawarkan pilihan dengan gambar seorang wanita dan seorang pria berkulit gelap.
Midjourney menghasilkan gambar yang sangat skematis yang sulit diuraikan, dengan hanya sosok manusia yang dapat dikenali.
Stable Diffusion hanya menggambar pria paruh baya berpakaian jas.
Untuk membuat AI menghasilkan gambar seorang wanita, kata “emosional” harus ditambahkan, kata yang sering digunakan untuk mendiskualifikasi wanita dalam kehidupan nyata. Namun, mengganti kata-kata dengan “percaya diri,” “keras kepala,” dan “perhatian” sekali lagi menghasilkan komposisi yang sepenuhnya pria.
Tidio juga meminta Stable Diffusion untuk menggambar seorang programmer, dan AI hanya menghasilkan hasil dengan pria kulit putih muda, sebagian besar dengan janggut dan kacamata.
Seiring teknologi generatif semakin terintegrasi dalam kehidupan kita, masalah ini menjadi semakin relevan. Dalam antisipasi hal ini, undang-undang yang mengharuskan pemeriksaan teknologi AI yang digunakan untuk perekrutan akan mulai berlaku di New York mulai Juli 2023.
Peran seorang auditor AI adalah memastikan bahwa stereotip dan bias diminimalkan dalam hasil yang dihasilkan oleh AI.
#3. Manajer Kolaborasi Manusia-Mesin
Semakin banyak kecerdasan buatan (AI) dan teknologi lainnya terlibat dalam pekerjaan rutin, semakin sering perusahaan membutuhkan bantuan dalam antarmuka “manusia-AI” untuk mencapai tujuan bisnis mereka.
Manajer Kolaborasi Manusia-Mesin adalah generasi baru profesional yang mengorganisir kolaborasi yang efektif antara manusia dan kecerdasan buatan. Di antara tanggung jawab seorang Manajer Kolaborasi Manusia-Mesin:
#1. Pengembangan Strategi: Menentukan pendekatan terbaik untuk mengintegrasikan AI ke dalam proses kerja, mengoptimalkan interaksi antara manusia dan mesin.
#2. Analisis dan Penilaian Kebutuhan: Meneliti kebutuhan khusus dari bisnis tertentu dan mengidentifikasi area di mana AI dapat memberikan manfaat terbesar.
#3. Pelatihan dan Aksesibilitas: Melatih karyawan untuk bekerja secara efektif dengan sistem AI.
#4. Manajemen Tim: Mengkoordinasikan pekerjaan para spesialis AI, pengembang, dan karyawan lainnya untuk memastikan berfungsinya sistem “manusia-AI” secara harmonis.
#5. Pemantauan dan Analisis: Melacak hasil dan efektivitas interaksi manusia-AI, menganalisis data, dan memberikan rekomendasi untuk optimasi proses.
Tujuan dari seorang Manajer Kolaborasi Manusia-Mesin adalah memastikan bahwa AI tidak hanya menjalankan tugasnya dengan efisien, tetapi juga terintegrasi dalam lingkungan kerja sambil mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan manusia.
Pada intinya, para profesional ini adalah versi yang lebih ditingkatkan dari fasilitator yang tugasnya adalah memastikan bahwa semua jenis kecerdasan bekerja sama dengan baik, termasuk kecerdasan buatan.
#4. Ahli Etika AI
Semakin kita dikelilingi oleh hasil karya kecerdasan buatan, semakin banyak pertanyaan muncul tentang etika dalam berinteraksi dengan AI. Siapa yang memiliki teks-teks yang dihasilkan AI? Bolehkah seseorang menjual lukisan yang dibuat oleh kecerdasan virtual?
Chatbot AI Bing (berdasarkan GPT-4) mendefinisikan peran ini sebagai seorang ahli yang “bertanggung jawab atas penggunaan AI yang aman dan etis.” Sebagai contoh, seorang Ahli Etika AI terlibat dalam menyempurnakan interaksi antara calon pekerja dan kecerdasan buatan yang membantu dalam proses rekrutmen mereka.
Selain itu, seorang ahli etika harus memastikan keadilan algoritma, yang berarti AI tidak diskriminatif terhadap calon berdasarkan karakteristik pribadi seperti jenis kelamin, ras, atau status pernikahan mereka.
Hingga baru-baru ini, profesi Ahli Etika AI secara utama relevan bagi perusahaan teknologi yang mengkhususkan diri dalam AI. Namun, dalam beberapa tahun mendatang, jumlah pertanyaan tentang etika penggunaan AI dan jumlah profesional semacam itu akan meningkat. Bantuan dari Ahli Etika AI akan sangat relevan di tempat-tempat di mana hasil karya AI memengaruhi kesejahteraan fisik, psikologis, atau etis individu.
Tugas-tugas seorang Ahli Etika AI akan mencakup:
- Mengembangkan standar etika untuk membimbing pengembang dan pengguna AI.
- Menilai potensi konsekuensi negatif yang mungkin timbul dari penggunaan AI.
- Menciptakan dokumen-dokumen regulasi untuk membatasi atau mencegah risiko dan penyalahgunaan AI potensial.
#5. Desainer Kepribadian AI
Asisten suara seperti Siri atau Alexa tidak lagi membuat orang terkejut. Namun, ketika layanan-layanan seperti itu pertama kali muncul, mereka mengganggu pasar. Intinya adalah bahwa sistem kecerdasan buatan ini dikembangkan dengan mempertimbangkan individualitas dan dapat meniru emosi.
Rana El Kaliubi adalah pendiri Affectiva, sebuah perusahaan Amerika yang mengembangkan perangkat lunak berbasis AI. Menurutnya, layanan-layanan personalisasi yang mirip dengan manusia nyata semakin menjadi kebutuhan yang penting. El Kaliubi percaya bahwa dalam waktu dekat, cara berinteraksi antara manusia dan mesin ini akan menjadi umum dan merata. Orang-orang akan belajar berkomunikasi dengan AI dalam bentuk yang lebih mirip dengan manusia.
Peran seorang Desainer Kepribadian AI dapat mencakup penciptaan sistem-sistem seperti itu. Untuk membuat AI lebih “hidup,” seorang spesialis akan mengajarkannya aspek-aspek komunikasi yang tidak terucapkan namun penting. Misalnya, mereka dapat menggabungkan referensi budaya, menentukan karakteristik kepribadian AI, mengajarkannya memahami idiom, bahasa gaul, sindiran, dan humor. Pada dasarnya, pekerjaan ini bertujuan untuk memberikan mesin kepribadian.
Bidang ini relatif baru, sehingga persyaratan khusus untuk peran ini akan bergantung pada tujuan bisnis dan produk yang bersangkutan.
#6. Detektif Data
Jika kamu menikmati CSI atau Sherlock Holmes, karir sebagai detektif data mungkin menjadi yang kamu cari. Seorang “detektif” seperti ini yang dibekali dengan AI dapat secara harfiah memecahkan kejahatan atau, misalnya, kasus perselingkuhan dalam hitungan detik.
Sebagai contoh, dengan menggunakan AI untuk pengenalan objek dalam video, seorang spesialis dapat melacak gerakan seorang tersangka dan menemukan bukti fisik. Hal ini menghilangkan kebutuhan untuk menghabiskan berjam-jam untuk meninjau dan menganalisis materi.
Penggunaan AI dalam penegakan hukum semakin populer, menciptakan banyak peluang kerja bagi individu yang kreatif dan berpikiran maju.